Cerita pendek ialah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang mempersembahkan kesan tunggal yang secara umum dikuasai dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi. Cerpen tergolong prosa fiksi dengan
unsur-unsurnya, yaitu tokoh, alur, latar, judul, sudut pandang, gaya dan nada, serta tema. Tokoh ialah ciptaan pengarang, meskipun sanggup juga ialah gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Alur atau plot ialah rangkaian kejadian yang disusun berdasarkan kekerabatan kausalitas. Latar atau setting dibedakan menjadi tiga macam, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial.
unsur-unsurnya, yaitu tokoh, alur, latar, judul, sudut pandang, gaya dan nada, serta tema. Tokoh ialah ciptaan pengarang, meskipun sanggup juga ialah gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Alur atau plot ialah rangkaian kejadian yang disusun berdasarkan kekerabatan kausalitas. Latar atau setting dibedakan menjadi tiga macam, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial.
Judul ialah hal pertama yang paling simpel dikenal oleh pembaca. Sudut pandang atau point of view memasalahkan siapa yang menceritakan. Sudut pandang dibedakan menjadi sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Gaya (gaya bahasa) ialah cara pengungkapan seorang yang khas bagi seorang pengarang. Gaya mencakup penerapan diksi (pilihan kata), imajeri (citraan), dan sintaksis (pilihan referensi kalimat). Terakhir, tema ialah makna cerita. Dalam tema terkandung perilaku pengarang terhadap subjek atau pokok cerita.
Seperti sudah dikemukakan di pertama, kisah atau dongeng yang pernah dialami sanggup menjadi sebuah materi cerpen. Saudara tinggal meraciknya lebih jauh goresan pena tersebut. Gunakanlah imajinasi dan perasaan pada goresan pena tersebut dan diberilah ruh atau jiwa untuk mempersembahkan daya hidup pada dongeng yang ditulis.
Ingat, sebanyak apapun materi cerpen yang dimiliki, Saudara harus berani memulai untuk menulis. Menulislah! Mulailah menulis! Yakinlah bahwa Saudara memiliki gaya dongeng tersendiri serta tidak terpengaruh oleh gaya orang lain alasannya ialah setiap pengarang mempunyai cara yang tidak sama.
Agar pengetahuan ihwal cerpen lebih baik, silakan Saudara mereview cerpen di bawah ini. Analisislah unsur-unsur yang membangun cerpen tersebut, yaitu tokoh, alur, latar, judul, sudut pandang, gaya dan nada, serta tema.
Wajah di Balik Jendela
Odi tengah menuntaskan kiprah menggambarnya saat merasa ada yang tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya dan mengamati keadaan kamar. Semua menyerupai biasanya. Tetapi, saat Odi melihat ke jendela kamar, ia gres sadar, beling nako belum tertutup sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat perasaannya tak tenteram.
Sambil merapatkan beling nako, Odi mengamati keadaan di luar. Ia merasa heran melihat daun palem yang tumbuh belum seberapa tinggi itu bergoyang.
“Tidak mungkin digoyang angin. Ah, niscaya ada kucing yang lewat tadi,” pikir Odi menenteramkan hati.
Odi kembali ke meja belajar, meneruskan pekerjaannya yang belum tuntas. Tetapi beberapa menit kemudian, ia merasa ingin menoleh sekali lagi ke jendela kamar. Odi berpekik kaget. Secara spontan, ia eksklusif menghamburkan langkahnya keluar kamar menuju kamar bang Agus di sebelah kamarnya.
“Ada apa dengan engkau, Di?” tanya bang Agus saat melihat Odi yang tiba-tiba masuk ke kamarnya dengan wajah pucat pasi.
“Ada hantu ... ah, atau mungkin ...” Odi gugup.
“Di mana?”
“Di balik jendela kamar. Aku gres saja melihatnya,” balasan Odi.
Bang Agus eksklusif menuju kamar Odi, diikuti Odi di belakang. Ia segera menuju jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidak ada benda apa pun yang guah.
“Sebenarnya, apa yang engkau lihat tadi, Di?” tanya Bang Agus sekali lagi.
“Ada muka yang melekat di beling jendela ini. Tetapi, saya tidak begitu terang melihatnya. Sepertinya, ia menggunakan mantel bertopi yang ia tutupkan ke kepalanya,” Odi mencoba mengingat apa yang dilihatnya.
Bang Agus mendengus, “Buktinya di luar tidak ada apaapa. Sudahlah, engkau niscaya lagi ngelamun yang tidak-tidak barusan,” ujar Bang Agus. Odi ingin protes. Tetapi, dipikir-pikir percuma saja. Bang Agus niscaya akan tetap mengiranya mengada-ada.
“Tirai jendelanya ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka. Nanti, jikalau engkau lihat yang guah-guah lagi, teriak saja,” kata Bang Agus sambil meninggalkan Odi sendirian.
Odi berdasarkan apa yang dipesan kakaknya. Kemudian, ia berusaha melupakan kejadian yang gres dialaminya dan meneruskan pekerjaannya. Sesudah kiprah sekolahnya selesai, menyerupai biasa, Odi merapikan kamarnya lampau. Beberapa mainan yang tergeletak di lantai, dikembalikan ke tempatnya. dua hari yang
lalu, Odi gres saja merayakan pesta ulang tahunnya. Banyak hadiah mainan, buku, dan benda patidakboleh diterimanya, yang sekarang memenuhi kamarnya.
Ketika kantuk mulai menyerang, Odi eksklusif merebahkan diri di daerah pulasnya. Matanya tak mau sedikit pun melirik ke jendela kamar. Ia ingin segera menceritakan tiruananya kepada Ibek, kawannya yang bahagia memecahkan kejadian-kejadian guah.
Esok harinya, saat bertemu Ibek di sekolah, Odi eksklusif menceritakan ihwal wajah di balik jendela semalam. Saat istirahat tiba, Ibek mulai beraksi menanyakan kawan-kawan sekelas seputar kado yang didiberikan mereka pada ulang tahun Odi. Tetapi, jawabanannya tidak mempersembahkan hal yang berarti bagi Ibek.
Malamnya, Ibek sengaja berguru bersama di rumah Odi. Sesekali, mereka memandang ke jendela. Tetapi, yang mereka harapkan tidak muncul juga. “Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa
lama kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.
Sepeninggal Ibek, Odi kembali gelisah. Apalagi, Ibek berpesan semoga tirai jendela kamarnya dibiarkan terbuka. Sementara, Odi akal-akalan mencari kesibukan di meja belajarnya. Akhirnya, ia tidak sanggup menahan impian untuk menoleh ke jendela kamarnya.
“Wajah itu lagi!” Odi eksklusif berteriak. Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru, diseretnya Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepat di depan kamar Odi, terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak sebayanya yang terus meronta.
“Hentikan! Dia itu Husen. Aku mengenalnya,” seru Bang Agus kemudian. Ibek melepaskan cekalannya. Husen eksklusif berlari menghampiri Bang Agus. Ibek dan Odi sama-sama ternganga saat melihat Husen sibuk menggerak-gerakkan tangannya dan anggota badan lainnya di depan Bang Agus. Anak itu
rupanya tak sanggup bicara.
“Beberapa hari yang lalu, saya membeli patung kayu yang dijual Husen di pasar untuk kado ulang tahun Odi. Rupanya Husen ingin meminjam sebentar patung kayu itu, tetapi susah menemui aku. Makanya, dua malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung kayu itu masih ada.
Sekarang, coba engkau ambilkan patung itu,” pinta Bang Agus. Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbentuk kuda di tangannya. Begitu Husen diserahi patung itu, ia buru-buru merogoh bab dasar patung. Ada rongga kecil di sana. Dan, dari dalamnya ia mengambil sebentuk cincin.
“Itu cincin peninggalan ibunya,” terang Bang Agus setelah Husen mengembalikan patung kuda kepada Odi. Bang Agus segera meminta mereka saling bersalaman, berkenalan, dan saling memaafkan. Tak usang kemudian, Husen eksklusif pulang, disusul Ibek yang bajunya sedikit terkoyak.
“Malam itu, Odi pulas nyenyak tanpa dibayangi ketakutan. Besok, ia ingin Bang Agus mengajarkan bahasa arahan semoga ia juga sanggup bicara dengan mitra barunya itu.
Karya: Benny Ramdani
Diubah seperlunya
(Sumber: Materi Kuliah Tata Bahasa dan Komposisi UT)
(Sumber: Materi Kuliah Tata Bahasa dan Komposisi UT)
Tag :
Bahasa dan Ilmu Bahasa
0 Komentar untuk "Menulis Dongeng Pendek"