Pengertian
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) yakni seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah untuk menjadi referensi bagi tingkah laris masyarakat Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga tercermin kepribadian Islami menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Landasan dan Sumber
Landasan PHIWM ialah Al Qur'an dan Sunnah Nabi yang ialah pengembangan dan pengayaan dari pemikiran-pemikiran formal (baku) dalam Muhammadiyah mirip Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Matan Kepribadian Muhammamdiyah, Khittah Perjuangan Muhammadiyah, serta hasil-hasil Keputusan Majelis Tarjih.
PHIWM dipandang dari tiga sesi, yakni ajaran bagi insan sebagai makhluk yang bertauhid, insan sebagai makhluk sosial, dan insan sebagai individu yang produktif, dinamis, dan konsekuensi.
1. Manusia sebagai Makhluk Bertauhid
Sejak masih dalam kandungan ibu (alam ruh), sudah ditanamkan pada diri kita benih iman, kepercayaan, dan syahadah terhadap keberadaan Allah SWT swt. Allah swt berfirman:
Artinya: "Dan (ingatlah) dikala Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), "Bukankah saya ini Tuhanmu?" Mereka menjawaban, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi." (Kami lakukan yang demikian itu) semoga di hari Kiamat engkau tidak mengatakan, "Sesungguhnya dikala itu kami lengah terhadap ini." (QS. Al A'raf [7] : 172)
Berdasarkan ayat di atas, kita mengetahui bahwa mengimani keberadaan Allah ialah sebuah kodrat dengan kata lain bertuhan yakni fitrah manusia. Maka setiap masyarakat Muhammadiyah wajib mempunyai prinsip keimanan berupa tauhid kepada Allah swt, secara benar, iklas dan penuh ketundukan. Manauhidkan Allah berarti spesialuntuk kepada-Nyalah kita menggantungkan segala sesuatu. Hanya kepada Allah kita takut, dan karena-Nya pula kita berani melaksanakan sesuatu.
Tauhid tanpa amal menyerupai sebuah pengukuhan tanpa bukti. Sebagai masyarakat Muhammadiyah, wajib menimbulkan kepercayaan dan tauhid sebagai dasar dalam menjalankan seluruh acara hidup. Harus berupaya menjauhi syirik, tahayul, bid'ah, dan khurafat, alasannya perbuatan-perbuatan ini akan menodai kepercayaan dan ketauhidan.
2. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Menurut pandangan Islam, hidup bermasyarakat bagi insan yakni sunnatullah. Prinsip hidup bermasyarakat banyak diuraikan dalam Al-Qur'an diantaranya Al Anfal (72), Al Hasyr (9), Ali Imran (103), Al Hujarat (10) dan Al Maidah (2). Adapun dari pandangan ilmu pengetahuan, keniscayaan insan sebagai makhluk sosial sudah menjadi akad umum. Individu yang tidak berafiliasi dengan individu lainya yakni sesuatu yang tak lengkap, dan jarang sekali dijumpai di kenyataan. Dari tinjauan psikologis, insan mempunyai dua dorongan hidup, yakni dorongan keakuan dan kekitaan. Kedua dorongan inilah yang menjadi dasar munculnya dua hakikay sifat manusiam, yaitu sebagai mahkluk individu sekaligus makhluk sosial.
Islam memandang bahwa bermasyarakat yakni suatu keharusan. Mustahil insan sanggup hidup memencil seorang diri. Setiap insan mempunyai kelebihi dan belum sempurnanya, sehingga perilaku tolong menolong menjadi sebuah keniscayaan. Bahkan setiap muslim diwajibkan untuk memikirkan keadaan masyarakat di sekitarnya. Islam sangat menekankan pentingnya menghormati dan menyayangi sesama. Rasulullah saw, bersabda: "Tidaklah diberiman seorang di antara kalian sampai ia sanggup menyayangi saudaranya sebagaimana ia menyayangi dirinya sendiri" (H.R. Bukhari)
Selain hidup tolong menolong dan bermasyarakat, kecendrungan insan lainnya yakni berorganisasi. Karena untuk mencapai tujuan dan maksud tertentu mem butuhkan menolongan orang lain. Pencapaian tujuan yang melibatkan banyak orang juga membutuhkan sebuah pengaturan. melaluiataubersamaini kata lain pengaturan ini biasa disebut pengorganisasian. melaluiataubersamaini pengorganisasian, tujuan atau impian akan lebih simpel tercapai alasannya proses pencapaiannya lebih teratur dan terarah.
Muhammadiyah ialah wujud faktual bahwa tujuan besar perlu dicapai dengan proses atau pengaturan yang besar pula. Mewujudkan baldatun tayyibatun wa rabbun gafur bukanlah pekerjaan yang sanggup dilakukan oleh orang seorang. Perlu sebuah rencana dan langkah-langkah terarah semoga segala gerak yang dilakukan tidak melenceng dari tujuan. Oleh alasannya itu tidaklah salah jikalau K.H. Ahmad Dahlan membangun gerakannya dalam bentuk perserikatan yang terorganisir.
3. Manusia sebagai Makhluk Individu
Secara individu, insan pada hakikatnya berposisi sebagai hamba sekaligus khalifah Allah (khalifatullah fi al-ard). Dalam arti bahasa, khalifah berarti 'wakil', jadi sanggup diartikan sebagai wakil Allah di bumi. Artinya kita didiberi wewenang penuh untuk mengelola bumi. Pengelolaan itu tentunya akan diminta pertanggungjawabanannya di hadapan-Nya kelak. Penunjukan sebagai khalifatullah ini sekaligus membuktikan bahwa insan intinya dibekali kemampuan untuk mengelola. Manusia mempunyai potensi untuk terus berkembang mangikuti perubahan zaman. dengan begitu, tanggung jawabannya sebagai khalifah di bumi sanggup terlaksana.
Sebagai khalifatullah fi al-ard, insan bertanggung tanggapan atas keberlangsungan hidupnya sendiri dan juga masyarakat. Sebagai wujud tanggung tanggapan terhadap diri, kita harus mempunyai etos kerja Islami dalam menjalani kehidupan. Etos kerja itu antara lain berupa kerja keras, disiplin, tidak menyia-nyiakan waktu, dan berupaya terbaik dalam mencapai tujuan. tak kalah penting pula, semangat pantang frustasi harus dimiliki oleh seorang muslim. Hal ini dikarenakan disetiap kesusahan senantiasa diberienteng dengan kegampangan (QS Al Insyirah: 5-8)
2. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Menurut pandangan Islam, hidup bermasyarakat bagi insan yakni sunnatullah. Prinsip hidup bermasyarakat banyak diuraikan dalam Al-Qur'an diantaranya Al Anfal (72), Al Hasyr (9), Ali Imran (103), Al Hujarat (10) dan Al Maidah (2). Adapun dari pandangan ilmu pengetahuan, keniscayaan insan sebagai makhluk sosial sudah menjadi akad umum. Individu yang tidak berafiliasi dengan individu lainya yakni sesuatu yang tak lengkap, dan jarang sekali dijumpai di kenyataan. Dari tinjauan psikologis, insan mempunyai dua dorongan hidup, yakni dorongan keakuan dan kekitaan. Kedua dorongan inilah yang menjadi dasar munculnya dua hakikay sifat manusiam, yaitu sebagai mahkluk individu sekaligus makhluk sosial.
Islam memandang bahwa bermasyarakat yakni suatu keharusan. Mustahil insan sanggup hidup memencil seorang diri. Setiap insan mempunyai kelebihi dan belum sempurnanya, sehingga perilaku tolong menolong menjadi sebuah keniscayaan. Bahkan setiap muslim diwajibkan untuk memikirkan keadaan masyarakat di sekitarnya. Islam sangat menekankan pentingnya menghormati dan menyayangi sesama. Rasulullah saw, bersabda: "Tidaklah diberiman seorang di antara kalian sampai ia sanggup menyayangi saudaranya sebagaimana ia menyayangi dirinya sendiri" (H.R. Bukhari)
Selain hidup tolong menolong dan bermasyarakat, kecendrungan insan lainnya yakni berorganisasi. Karena untuk mencapai tujuan dan maksud tertentu mem butuhkan menolongan orang lain. Pencapaian tujuan yang melibatkan banyak orang juga membutuhkan sebuah pengaturan. melaluiataubersamaini kata lain pengaturan ini biasa disebut pengorganisasian. melaluiataubersamaini pengorganisasian, tujuan atau impian akan lebih simpel tercapai alasannya proses pencapaiannya lebih teratur dan terarah.
Muhammadiyah ialah wujud faktual bahwa tujuan besar perlu dicapai dengan proses atau pengaturan yang besar pula. Mewujudkan baldatun tayyibatun wa rabbun gafur bukanlah pekerjaan yang sanggup dilakukan oleh orang seorang. Perlu sebuah rencana dan langkah-langkah terarah semoga segala gerak yang dilakukan tidak melenceng dari tujuan. Oleh alasannya itu tidaklah salah jikalau K.H. Ahmad Dahlan membangun gerakannya dalam bentuk perserikatan yang terorganisir.
3. Manusia sebagai Makhluk Individu
Secara individu, insan pada hakikatnya berposisi sebagai hamba sekaligus khalifah Allah (khalifatullah fi al-ard). Dalam arti bahasa, khalifah berarti 'wakil', jadi sanggup diartikan sebagai wakil Allah di bumi. Artinya kita didiberi wewenang penuh untuk mengelola bumi. Pengelolaan itu tentunya akan diminta pertanggungjawabanannya di hadapan-Nya kelak. Penunjukan sebagai khalifatullah ini sekaligus membuktikan bahwa insan intinya dibekali kemampuan untuk mengelola. Manusia mempunyai potensi untuk terus berkembang mangikuti perubahan zaman. dengan begitu, tanggung jawabannya sebagai khalifah di bumi sanggup terlaksana.
Sebagai khalifatullah fi al-ard, insan bertanggung tanggapan atas keberlangsungan hidupnya sendiri dan juga masyarakat. Sebagai wujud tanggung tanggapan terhadap diri, kita harus mempunyai etos kerja Islami dalam menjalani kehidupan. Etos kerja itu antara lain berupa kerja keras, disiplin, tidak menyia-nyiakan waktu, dan berupaya terbaik dalam mencapai tujuan. tak kalah penting pula, semangat pantang frustasi harus dimiliki oleh seorang muslim. Hal ini dikarenakan disetiap kesusahan senantiasa diberienteng dengan kegampangan (QS Al Insyirah: 5-8)
Tag :
Materi KMD MTs-SMP
0 Komentar untuk "Ringkasan Bahan Kmd Smp/Mts: Fatwa Hidup Islami Warga Muhammadiyah"