Faktor Yang Mempengaruhi Penguasaan Bahasa Kedua


1. Faktor Motivasi
Dalam pembelajaran bahasa kedua menyatakan bahwa orang yang didalam didrinya ada keinginan, dorongan, atau tujuan yang ingin dicapai dalam berguru bahasa kedua cenderung akan lebih berhasil disbanding dengan orang yang berguru tanpa dilandasi oleh suatu dorongan, tujuan dan motivasi itu. Lambert dan Gardner (1972), Brown (1980), dan Ellias (1986), juga mendukung pernyataan bahwa berguru bahasa akan lebih behasil bila dalam diri pembelajar ada motivasi tertentu.

Beberapa pakar pembelajaran bahasa kedua sudah mengemukakan apa yang dimaksud dengan motivasi. Coffer (1964) contohnya menyataka bahwa motivasi ialah dorongan, hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan yang mengerakkan orang untuk melaksanakan sesuatu. Pakar lain, Brown (1981) menyatakan bahwa motivasi ialah dorongan dari dalam, dorongan sesaat, emosi atau impian yang mengerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangakan Lambert (1972) menyatakan bahawa motivasi ialah alasan untuk mencapai tujuan secara keseluruhan. Kaprikornus motivasi dalam pembelajaran bahasa berupa dorongan yang datang dari dalam diri pembelajar yang mengakibatkan pembelajaran mempunyai impian yang kuat untuk mempelajari suatu bahasa kedua.

Dalam kaitannya dalam pemebalajaran bahasa kedua, yaitu: 1) fungsi integrative dan 2) fungsi instrumental. Motivasi berfungsi integrative kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa lantaran adanya impian untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur bahasa itu atau menjadi anggota masyarakat bahasa penutur. Sedangkan motivasi berfungsi instrumental ialah kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk mempunyai kemauan untuk mempelajari bahas kedua itu lantaran tujuan yang bermanfaa atau karena  dorongan ingin memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial atas masyarakat tersebut (Dadner dan Lambert, 1972:3).

2. Faktor Usia
Ada anggapan umum dalam pembelajaran bahasa kedua bahwa bawah umur lebih baik dan lebih berhasil dalam pembelajaran bahasa kedua dibanding dengan orang remaja (Bambang Djunaidi, 1990). Anak-anak sepertinya lebih simpel dalam memperoleh bahasa baru, sedangkan orang remaja sepertinya menerima kesusahan dalam memperoleh tingakat keahlian bahasa kedua. Anggapan ini sudah mengarahkan adanya hipotesis terkena usia kritis atau periode kritis (Lenneberg, 1967; Oyama, 1976) untuk berguru bahasa kedua.

Namun, hasil penelitan terkena faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua menawarkan hal diberikut.
Pertama: Dalam hal urutan pemerolehan sepertinya faktor usia tidak terllalu berperan lantaran urutan pemerolehan oleh bawah umur dan orang remaja sama saja (Fathman, 1975; Duly, Burt, dan Kreshen, 1982).

Kedua: Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajara bahasa kedua, sanggup disimpulkan: a) bawah umur lebih berhasil daripada orang remaja dalam pemerolehan system fonologi atau pelafalan; bahkan banyak diantara mereka yang mencapai pelafalan ibarat penutur asli; b) orang remaja sepertinya maju lebih cepat daripada kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis, paling tidak pada pemulaan masa belajar; c) kanak-kanak lebih berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (‘Oyama, 1976; Dulay, Burt, dan Krashen, 1982; Asher dan Gracia, 1969).
Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa faktor umur yang tidak dipisahkan dari faktor lain ialah faktor yang besar lengan berkuasa dalam pembelajaran bahasa kedua. Perbedaan umur mensugesti kecepatan dan keberhasilan berguru bahasa kedua pada aspek fonologi, morfologi dan sintaksis tetapi tidak besar lengan berkuasa dalam pemerolehan urutannya.

3. Faktor Penyajian Formal
Pembelajaran atau penyajian bahasa secara formal tentu mempunyai dampak terhadap kecepatan dan kebehasilan dalam meperoleh bahasa kedua lantaran disebabkan beberapa faktor dan variable yang disediakan dengan sengaja. Demikian juga keadaan lingkungan pembelajaran bahasa kedua secara formal, di dalam kelas, sangat tidak sama dengan lingkungan pembelajaran bahasa kedua secara narutalistik atau alamiah. Steiberg (1979: 166) sebut karekteristik lingkunagn pembelajaran bahasa di kelas sebagai diberikut:
  • Lingkungan pembelajaran bahasa di kelas sangat diwarnai oleh faktor psikolog social kelas yang mellliputi penyesuaian, disiplin, dan mekanisme yang digunakan.
  • Dilingkungan kelas dilakukan praseleksi terhadap data linguistic, yang dilakukan guru berdasarkan kurikulum yang digunakan.
  • Dilingkungan kelas disajikan kaidah-kaidah gramatikal secara eksplisit untuk menungkatkan kualitas berbahasa siswa yang tidak dijumpai di lingkungan alamiah.
  • Di lingkungan kelas sering disajikan data dan situasi bhasa yang artifisial (buatan), tidak ibarat dalam lingkungan alamiah.
  • Di lingkungan kelas disediakan alat-alat pengajara ibarat buku teks, buku penunjang, papan tulis, tugas-tugas yang harus diselesaikan, dan sebagainya.

melaluiataubersamaini kelima abjad lingkungan ibarat di atas sanggup disimpulakan bahwa lingkungan kelas ialah lingkunagan yang memseriuskan pada kesadaran dalam memperolehh kaidah-kaiadah dan bentuk bahasa yag dipelajari (Dulay, 982:17). Namun, pembelajaran bahasa edua secara formal kurang berpotensi untuk menghasilakan penutur-penutur yang bisa berkomunikasi secara alamiah ibarat penutur aslinya.

melaluiataubersamaini kondisi lingkungan kelas yang khas dalam pembelajaran bahasa kedua, maka tentunya ada dampak terhadap keberhasilan pembelajaran bahasa kedua.

Pengaruh Terhadap Kompetensi
Penguasaan kompetensi ini sangat dipengaruhi oleh kiprah yang dimainkan pembelajar dalam lingkungan formal pembelajar itu. Dalam hal ini Dukly dkk. (1982: 20) membedakan kiprah pembelajar menjadi tiga macam, yaitu kounikasi satu arah (one-way communication), komunikasi dua arah (restricted two-way communication), dan komunikasi dua arah penuh (full two-way communication). Maka, pembelajar cenderung memakai komunikasi satu arah tidak memdiberi peluang kepada pembelajar untuk merespon yang disampaikan guru dalam bahasa yang dipelajari. Pembelajaran yang memakai komunikasi dua arah yang terbatas memdiberi peluang kepada pembelajar untuk merespons tetapi bukan dalam bahasa yang dipelajari. Sedangkan model pembelajaran dua arah penuh memdiberi peluang yang sebanyak-banyaknya kepada pembelajar untuk memakai bahasa yang dipelajari dalam proses pembelajaran.

Pegaruh Terhadap Kualitas Performansi
Performansi ialah realisasi kompetensi kebahasaan yang dimiliki seseorang (Ellis, 1986: 5-6). Pembelajaran bahasa formal di dalam kelas sanggup menjamin kualitas input yang diteria pemelajar (Ellis, 1986:231). Lalu, apabila input yang diterima berkarakter tinggi, maka berdasarkan satu hipotetis, keluaran (performansi) yang dihasilkan juga mempunyai kualitas yang tinggi, meskipun diakuanya adanya variasi individual.

Pengaruh Terhadap Urutan Pemerolehan
Urutan pemerolehan yang dimaksud disini, ialah pemerolehan morfem gramatikal. Menurut beberapa pakar, ibarat Ellis (1984), Makino (1979), Felix (1981), bahwa urutan pemerolehan morfem gramatikal pembelajaran yang menerima pebelajaran secara formal tidak tidak sama dengan mereka yang berguru secara alamia (naturalistik). Namun, hasil penelitian terkena dampak pembelajaran bahasa secara formal terhadap urutan pemerolehan ini menawarkan kesimpulan yang tidak sama. Hasil penelitian Perkins dan Freeman (1975) menawarkan bahwa dalam berbicara secara impulsif dampak pembelajaran itu tidak tampak dalam urutan pemerolehan; tetapi dalam situasi tertentu dampak itu tampak (Ellias, 1986:218). Hasil penelitian Lightbown (1980) menawarkan bahwa penagaruh pembelajaran formal terhadap urutan pemerolehan itu ialah kecil sekali.

Pengaruh Terhadap Kecepatan Pemerolehan
Kecepatan pemerolehan ialah kecepatan menangkap masukan dan mengakibatkan masukan itu sebagai pebendaharaan kebahasaannya. Kecepatan pemerolehan ini bergotong-royong bersifat relatif, dan banyak tergantung pada faktor yang lain ibarat intelegensi, sikap, bakat, motivasi, dan faktor internal lainnya (Ellias, 1986: 99-126).

Pengaruh pembelajaran bahasa kedua secara formal di kelas tampak pada kecepatan dalam menguasai kaidah-kaidah dan bentuk- bentuk kebahasaan. Meskipun penguasaan seperangkat kaidah kebahasaan tidak mensugesti proses performansinya, tetapi penguasaan ini sanggup berfungsi sebagai penyaring kebahasaan yang diproduksinya itu.

4. Faktor Bahasa Pertama
Para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama mempunyai dampak terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar (Ellis, 1986: 19).  Sedangkan bahasa pertama ini sudah usang dianggap menjadi penggagu di dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Hal ini lantaran biasanya terjadi seorang pembelajar secara tidak sadar atau tidak melaksanakan transfer unsur-unsur bahasa pertamanya ketika memakai bahasa kedua (Dulay, dkk., 1982:96). Akibatnya terjadilah yang disebut interfensi, hebat kode, campur kode, atau juga kekhilafan (error). Dapatkah gangguan bahasa pertama dalam proses pembelajaran bahasa kedua dihilangkan, atau paling tidak dikurangi seminimal mungkin? 

Berdasarkan beberapa teori atau hipotesis tertentu barangkali hal ini sanggup dijelaskan.
1) Menurut teori stimulus-respon yang dikemukakan oleh kaum beavorisme, bahasa ialah hasil stimulus-respon.  Maka apabila seseorang ingin memperbanyak pengujaran ujaran, beliau harus memperbanyak penerimaan stimulus. Oleh karana itu, dampak lingkungan sebagai sumber hadiranya stimulus menjadi  sangat lebih banyak didominasi dan sangat penting dalam memmenolong proses pembelajaran bahasa kedua. Selain itu, kaum beahvorisme juga beropini bahwa proses pemelorehan bahasa ialah proses pembiasaan. Itulah sebabnya, semakin orang pembelajar terbiasa merespon stimulus yang dating padanya, semakin memperbesar kemungkinan kegiatan pemerolehan bahasanya (Abdul hamid, 1987: 14-15).

Jadi, dampak bahasa pertama dalam bentuk transfer ketika berbahasa kedua akan besar sekali apabila si pembelajar tidak terus-menerus didiberikan stimulus bahasa pertama. Secara teoritis ini memang tidak bisa dihilangkan lantaran bahasa pertama sudah ialah intake atau sudah dinuranikan dalam diri si pembelajar. Namun, dengan pembiasaan-pembiasaan dan penerimaan stimulus terus-menerus dalam  bahasa kedua, hal itu bisa dikurangi.

2) Teori kontranstif menyatakan bahwa keberhasilan berguru bahasa kedua sedikit banyaknya ditentukan oleh keadaan linguistik bahasa yang sudah dikuasai oleh pembelajar sebelumnya (Klein, 1986:5). Berbahasa kedua alah proses transferiasi. Maka, struktur bahasa yang sudah dikuasai banyak mempunyai kesamaan dengan bahasa yang dipelajari, akan terjadilah semacam pergampangan dalam proses transferisasinya. Sebaliknya, kalau struktur keduanya mempunyai perbedaan, maka akan terjadilah kesusahan bagi pembelajar untuk menguasi bahasa keduanya itu.

5. Faktor Lingkungan
Dulay (1985:14) pertanda bahwa kualitas lingkungan bahasa sangat penting bagi seseorang pembelajar untuk sanggup berhasil dalam mempelajari bahasa gres (bahasa kedua). Yang dimaksud dengan lingkungan bahasa ialah segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajara sehubungan bahasa kedua yang sedang dipelajari (Tjohjono, 1990). Yang termasuk dalam lingkungan bahasa ialah situasi di restoran atau di toko, percakapan dengan kawan-kawan, ketika menonton televise, ketika membaca koran, dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas, dan sebagainya. Kualitas lingkungan bahasa ini ialah suatu yang penting bagi pembelajar untuk memperoleh keberhasilan dalam mempelajari bahasa kedua (Dulay, 1982: 13).

Dalam hal ini, Krashen, 1981: 40) membagi lingkunagn bahasa atas (a) lingkunagn formal ibarat di kelas dalam proses belajar-mengajar, dan bersifat artifisial; dan (b) lingkungan informal atau natural/alamiah.
1) Pengaruh Lingkungan Formal
Lingkungan formal ialah salah satu lingkunagn dalam berguru yang mengseriuskan pada penguasaan kaidah-kaidah bahasa yang sedang dipelajari secara sadar (Dulay, 1985:19; Ellis, 1986:297). Sehubungan dengan ini, Krashen (1983:36) menyatakan bahawa lingkungan formal bahasa ini meiliki cirri atas: a) bersifat artificial, b) ialah penggalan dari keseluruhan pengajaran bahasa di sekolah atau di kelas, dan c) di dalamnya pembelajar diarahkan untuk melakuakan kativitas bahasa yang menampilkan kaidah-kaidah bahasa yang sudah dipelajarinya, dan didiberikannya balikan oleh guru dalam bentuk koreksi terhadaop kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar.
Masalah kita kini ialah lingkungan formal itu berpangaruh dalam bidang apa? Ellis (1986: 217) menyampaikan lingkungan formal sanggup dilihat pengaruhnya pada dua aspek dalam proses pembelajaran bahasa kedua, yaitu 1) pada urutan pemerolehan bahasa kedua, dan 2) kecepatan atau keberhasilan dalam menguasai bahasa kedua.

2)  Pengaruh Lingkungan Informal
Lingkungan informal bersifat alami atau natural, tidak dibuat-buat. Yang termasuk lingkungan informal antara lain bahasa yang dipakai kawan-kawan sebaya, bahasa pengasuh atau orang tua, bahasa yang dipakai anggota kelompok etnis pembelajar, yang dipakai media massa, bahasa para guru, baik di kelas maupun di luar kelas. Secara umum sanggup dikatakan lingkungan ini sangat besar lengan berkuasa terhadap hasil berguru bahasa kedua para pembelajar.

Dalam pembicaraan terkena pembelajaran bahasa kedua di atas belum disinggung adanya perbedaan antara yang berlangsung dalam lingkungan formal dan yang berlangsung dalam lingkungan informal. Dalam lingkungan formal kemampuan yang diperlukan ialah penguasaan ragam bahasa formal atau bahasa baku untuk dipakai dalam situasi dan keperluan formal. Sedangkan dalam lingkungan informal yang diperlukan ialah kemampuan atau penguasaan akan ragam bahasa informal untuk dipakai dalam situasi atau keperluan informal. Jikalau dalam kenyataannya kemampuan bahasa informal lebih dikuasai dari kemampuan berbahasa ragam formal, itu ialah lantaran peluang untuk berbahasa ragam informal jauh lebih luas daripada peluang untuk berbahasa formal.

Menurut Baradja (1994:3-12) terdapat enam faktor yang perlu diperhatikan secara cermat, yaitu (1) tujuan,(2) pembelajar, (3) pengajar, (4) bahan, (5) metode, dan (6) faktor lingkungan. Meski demikin, faktor tujuan, pembelajar, dan pengajar ialah tiga faktor utama dari ketiga faktor ini kemampuan B2 mengseriuskan diri pada hal-hal yang menyangkut pembelajar dan proses pembelajar.

0 Komentar untuk "Faktor Yang Mempengaruhi Penguasaan Bahasa Kedua"

Back To Top